operasi patah tulang

Minggu dini hari setelah kejadian, mas ifnu dateng, padahal udah minum “lelap” obat tidur, tapi ata terus aja terjaga karena nunggu “seseorang”. Tidur samar-samar, subuh datang juga orang tua ku dari tasik.

Setelah melalui diskusi panjang lebar, dan penasaran juga keadaan tulang saya seperti apa. Apakah benar patah? Letaknya bagaimana? Setelah diurut hasilnya bagaimana?

Untuk menjawab semua pertanyaan itu. Jawabannya harus difoto (x-ray/rontgen). Mas Ifnu awalnya tanya ke temannya yang berprofesi sebagai dokter. Beliau menyarankan untuk mencari rumah sakit yang ada ahli ortopedinya. Setelah googling (thanks google, internet, laptop, modem, kalian sungguh membantu) akhirnya kami menemukan rumah sakit Siaga Raya di Pejaten Barat Pasar Minggu. Jaraknya cukup dekat hanya 15 menit kurang dari kostan.

Setelah difoto. Uh! Kami semua meringgis, takut, ngeri, kaget, histeris, terharu. Posisi tulang saya lumayan menyeramkan. Jadi ada 2 kasus. Tulang yang bawah patah di sekitar 10cm dari sikut. Patahannya ke dalam sehingga mendorong tulang yang atas untuk dislokasi (keluar dari benggolnya). Dari hasil foto tersebut terlihat kalau dari tukang urut belum diberi perlakuan banyak yang sebetulnya hal ini adalah hal baik, karena apabila sudah diberi perlakuan oleh tukang urut dan belum tentu benar, jelas proses pembetulannya akan semakin sulit. Kemudian saya juga diprotes mengenai balutan dari sang dukun, karena bentuknya lurus, yang menyebabkan tangan sulit dilindungi dan sulit bergerak badan, hal itu tidak dibenarkan, lagi pula ikatannya terlalu kencang sehingga menyebabkan darah tersumbat dan bagian bawah tangan (pergelangan sampai jari) menjadi bengkak.

Keputusan untuk mengambil jalan operasi sebetulnya hasil diskusi yang panjang dan tegang. Dari hasil rontgen, saya sudah sangat keberatan apabila harus menjalani pengobatan ke alternatif. Di samping sakit dan lama, tetapi juga beresiko tulang tidak kembali normal baik secara bentu maupun fungsi. Mungkin apabila hanya mengalami dislokasi saja, saya bersedia ke tukang urut. Tapi karena ini ada patah (bentuk patah tebu) saya sedikit takut untuk berobat ke alternatif.

Dari segi biaya, alternatif tidak akan menjamin akan habis biaya yang lebih murah, walaupun kata orang-orang memang relatif lebih murah, tapi dengan adanya resiko, ada kemungkinan resiko tulang yang sembuh lama atau makin parah bahkan akan memakan biaya yang sama saja atau jauh lebih mahal. Walaupun memang operasi ini memakan hampir semua tabungan kami, bahkan ada sebagian yang meminta bantuan kepada sanak famili. Pertimbangan lain saya memlilih operasi adalah waktu. Karena saya sekarang sedang menjalani diklat/training dan jelas tidak bisa saya tinggalkan dalam waktu yang lama.

Minggu siang itu saya belum bisa masuk kamar rawat karena dokter tidak bisa visit hari minggu, untuk sementara tangan saya di-semi-gips supaya terlindungi dan balutannya menjadi lebih enak. Dan senin siang, kami kembali lagi ke rumah sakit.

Untuk rontgen dan semi-gips dihari minggu habis sekitar 650 ribu. Untuk biaya operasi memang tidak sedikit, biaya dibedakan berdasarkan kelas kamar yang diambil. Masing-masing kelas beda 2 juta rupiah tetapi mendaapat perlakukan dan sarana yang sama. Saya sendiri mengambil kelas yang paling murah yaitu kelas 3. Yang 1 kamar ruangan terdapat 8 ranjang. Dengan biaya deposit operasi sekitar 17,5jt dan biaya kamar 100ribu per malam (deposit 10 malam), sehingga jumlah biaya yang harus disediakan dimuka (sebelum operasi) yaitu 18.5 juta rupiah. Perlu diketahui, operasi akan ditunda apabila pembayaran belum dilunasi.

Senin jam 2, setelah masuk ruang rawat, dokter visit ke ruangan rawat. Sebentar saja melihat hasil rontgen, dokter sudah langsung mengindikasi memang harus dioperassi. Dan operasi dilaksanakan Selasa 30 Maret Pk 11 WIB. Persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi yaitu: tes darah, rontgen paru-paru, tes jantung EKG, tes kecepatan pendarahan, puasa 5 jam, diberi pencahar untuk mengosongkan pencernaan, tes alergi, dan tensi darah. Persiapan dilakukan H-1 operasi.

Operasi dilakukan selama 3 jam. Dengan bius total, biusnya dimasukan ke dalam infusan. Karena asik diajak ngobrol oleh dokter anestesi sampai saya lupa kapan mulai tidak sadarkan diri.

Normalnya operasi dilakukan selama 1-2jam, karena banyaknya cairan minyak / ramuan bubuk dari tukang pijet yang memakan waktu cukup lama untuk membersihkannya.

Karena termasuk lama, sampai saya sadar dari bius masih di dalam ruang operasi. Dingin, dan sedikit hilang ingatan. Rasanya seperti bangun tidur di pagi hari, tapi bingung tiba-tiba dingin dan banyak orang yang lalu lalang. Sampai saya ingat “oh aku abis operasi..oh iya patah tulang..” dibawa keluar dan disambut keluargaku yang menunggu di luar. Kemudian difoto rontgen lagi untuk melihat hasil operasinya. Pen sepanjang 15-20cm dipasang ditulangku yang patah.

Sehari setelah operasi masih dipasang infus, diisi cairan penyeimbang suhu tubuh. Setelah infusan dicabut, harus banyak minum, lebih bagus juga apabila minum pocari sweat. Karena apabila kurang minum bisa demam. Tanggal 1 April sudah dibolehkan pulang. Jadi 4 malam saya dirawat di rumah sakit.